Minggu, 07 Juli 2013

Antara Cinta dan Ketulusan


Pagi ini mentari bersinar hangat, ditambah dengan nyanyian burung-burung yang seakan menyuruhku segera terbangun. Hmm.. indahnya pagi ini! Oh ya kenalin namaku Zahra Aulia. Usiaku baru 18 tahun. Aku sekolah di salah satu MAN di Jawa_Barat.. Ehh udah dulu nih cuap-cuapnya, karena mau mandi! Ini kan hari Senin! Maklum takut jadi artis dadakan (itu tuh yang ngehormat tiang bendera sambil di tonton ratusan siswa-siswi) XD
Sesampainya di kelas…
“Zahra, tadi malam dia sms aku lho!” kata Nayla sambil tersenyum.
“Siapa?” tanya Zahra penasaran.
“Itu lho Ikhsan, cowok paling ganteng di sekolahan! Cowok yang aku suka!”
“Heh?” Zahra pun terdiam dan bertanya “Terus gimana isi smsnya?”
“Emmh, gak gimana-gimana sih, cuman nanya “Apa kabar? Bagaimana sekolahnya hari ini?” Eh pas aku bales, dia gak sms lagi!” Nayla akhirnya cemberut.
… Jantung Zahra semakin berdetak cepat. Aneh!? …
“Zahra? Hey kenapa bengong? Hmm.. pasti kamu cemburu ya?”
“Ehh, eng… Enggak kok! Lagian Ikhsan kan teman aku waktu kecil!” Zahra terlihat gugup.
“Masa?”
“Beneran kok! Ihhh… Kok jadi kesitu sih ceritanya!” Zahra menggerutu.
“Ishh.. jangan marah dong Ra! Maaf maaf, syukur deh kamu gak suka dia, kan aku jadi gak punya saingan. Hehehe” Nayla pun nyengir.
“What? Saingan? Nggak deh kayaknya, lagian menurutku kamu tuh cocok sama Ikhsan Nay! Kamu cantik, baik & Ikhsan juga cakep, pinter, rajin ibadah lagi!”
“Wah beneran tuh? Tapi aku gak sepinter kamu Ra! Kata orang sih, Ikhsan hanya tertarik pada cewek yang intelektualnya tinggi.. Sedang aku?”
“Ah itu sih kata orang, buktinya kamu semalam di sms dia.. Lagian kan kamu gak bodoh-bodoh amat, hihihi!”
“Ih jadi gak nih mujinya? Kok sekarang malah ngeledek sih?” Nayla jadi tersinggung.
“Becanda Nay, gitu aja kok marah?” celetuk Zahra sambil mencubit pipi Nayla. Nayla pun tersenyum kembali…Tapi kali ini senyuman bidadarinya bak perisai pedang yang menghunus hati Zahra. Betapa tidak, kalau dia lihat Nayla, dia seakan melihat Ikhsan. Hatinya hancur. Gawat! Apa yang terjadi pada Zahra?
“Selamat pagi anak-anak!” sapa bu Rina sambil menutup pintu kelas.
“Selamat pagggiii buuu…” (idih anak MAN yang satu ini emang suka malu-maluin, maaf pemirsa XD)
“Sekarang buka halaman 19!”

“Ah masa sih Ikhsan cowok paling ganteng di sekolahan?! Si glasses boy itu? Si fisikawan itu? Si pemalu itu? Huaaa! Kok bisa!?” pikiran Zahra penuh dengan bayang-bayang Ikhsan.
“Ra, Zahra? Woy sadar dong! Jangan ngelamun terus!” bisik Risa, teman sebangku Zahra.
“Hah? Apa? Apa? Sorry nih lagi gak konsen, hehe”
“Heuheu, tumben-tumbenan! Kerasukan jin apa sih Ra? Ngelamunnya sampe khusyu segala” sindir Risa
“Hush, apaan sih!” bales Zahra
“Hihihi!” Risa malah tertawa kecil.
Tak terasa sudah 2 jam berlalu, bel istirahat pun mulai berbunyi, semua anak berhamburan ke kantin sekolah termasuk Icha, teman Zahra yang jadi ketua fansclub jajanan ini-itu seantero Jakarta (haha, ada-ada aja!)
“Ra, ikut ga? Kita mau pade ke kantin nih?”
“Ah enggak, terima kasih. Aku masih kenyang usai sarapan tadi.”
“Oh begitu? Ok temen-temen, c.a.p.c.u.s!”
5 menit kemudian Icha dkk pun kembali ke kelas.
“Bussseettt, makanan sebanyak ini? Gak salah? Itu perut apa karet?” sindir Vanya
“Idihh biarin, kok jadi ikutan ribet sih, terserah aku dong, wlee :p ” jawab Icha.
Tak lama kemudian…
“Assalamualaikum.” pak Ridwan segera memasuki kelas. Sontak Icha pun kaget dan langsung memasukan semua makanannya yang belum habis ke dalam kolong meja. Dia gak sempat minum saat itu, makanya dari tadi Icha kelihatan bercucuran keringat saking pedasnya. Gkgkgkgk…
“Sekarang sudah masuk, tapi belnya sedang diperbaiki jadi tadi gak sempat terdengar bel” kata pak Ridwan.
“Pantas!” Gumam Vanya sambil ketawa ketiwi melihat tingkah laku Icha seperti cacing kepanasan.
Balik lagi ke masalah “Ikhsan”…
Zahra sih tidak terlalu ambil pusing tentang perasaan ini, dia tetap menjalani hari-hari seperti biasanya dan hanya bisa membiarkan rasa ini mengalir apa adanya.. Hihi :D

Pagi itu memang tidak biasa. Zahra baru pertama kali menerima surat dari seseorang. Ia pun kemudian membaca isi surat itu,
Dear Zahra,
Setiap kupandang wajahmu, bibirku terasa kelu.
Aku tak mampu berucap sepatah katapun.
Maaf.. Aku tak menemukan cara lain selain ini.
Aku memang pengecut!
Tapi yakinlah…
Suatu saat nanti,
Aku pasti datang padamu…
Betapa terkejutnya ia ketika matanya melihat ke arah samping kanan bawah suratnya itu! Dan ternyata, disitu tertera nama Ikhsan. Ya! Ikhsan!
“Jadi pengirimnya adalah Ikhsan? Ya Tuhan, semoga ini hanyalah sebuah lelucon!” Zahra pun menampilkan ekspresi aneh di wajahnya dan segera memasukan surat beserta amplopnya itu ke dalam tas. Berharap tidak ada seorang pun yang mengetahui
keadaan Zahra dengan wajah anehnya saat itu (antara bengong, kaget, gak percaya, gelisah dll) kebayang ga tuh mukanya jadi nano-nano banget! Wkwkwk :p
Zahra yang tidak mengerti soal cinta, kemudian mencoba melakukan “study banding” kepada sepupunya yang punya pengalaman cintrong dalam masalah percintaan. Hahaha :D mau gak mau sih! Daripada ia dibuat risih dengan kejadian ini! Apa boleh buat? :p
“Ini aneh, jangan-jangan Ikhsan jatuh cinta kali sama kamu?” Imel mulai menyimpulkan.
“Ah yang bener Mel? Masa sihh?” Zahra terus mengelak.
“Idihh ni anak dibilangin gak percaya mulu, nah sekarang aku tanya, kamu suka ga sama dia?”
Zahra menggeleng.
“Kalau begitu, apa yang harus kulakukan? Nayla kan juga suka sama Ikhsan. Apalagi dia kan lebih cantik” keluh Zahra.
“Iya juga sih. Tapi kamu kan gak kalah cantiknya sama Nayla. Kalau Nayla punya senyuman maut, kalau kamu punya hidung maut!”
“Heh?”
“Eh salah, hidung mancung maksudnya, hehehe” sahut Imel.
“Emangnya apa yang bisa dibanggain dari hidung mancung?” Zahra penasaran.
“Ya salah satunya bisa jadi serodotan para kutu!” Imel pun tertawa.
“Ih ngaco, mana mungkin kutu berani nongol di rambut berkilauku ini? Semuanya pada silau kaleee.. Haha :D Udahan ah becandanya gak seru nih!” ketus Zahra
“Semua sih terserah kamu Ra, aku gak bisa berkomentar”
Zahra pun terlihat kecewa. Apa mau dikata! Dia tidak bisa menyimpulkan begitu saja, nanti takutnya malah keGR-an ! Lagian ia tidak mau masalah ini sampai menghancurkan persahabatan mereka.
Well, akhir-akhir ini Zahra tidak terlalu menomorsatukan perasaannya terhadap Ikhsan, karena UN sudah di depan mata. Banyak rintangan yang harus ia tempuh selama 3 bulan terakhir. Berkat ketekunannyalah, akhirnya ia masuk 5 besar nilai UN tertinggi se-Jabodetabek. Dan untunglah dari situ, Zahra dapat beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya.
Ketika berusia 24 tahun, Zahra sudah berprofesi sebagai seorang hakim. Baginya pekerjaan ini tidak dilakoni atas dasar gengsi, namun lebih bermakna dari itu. Pekerjaan ini merupakan sebuah amanat besar dari Tuhan yang harus ia pertanggung jawabkan nanti.
Pagi itu, sudah banyak wartawan di depan rumah Zahra, mereka langsung tancap gas menanyakan keberhasilannya menjadi salah satu hakim yang dikenal jujur dan adil di masa kini.
“Bagaimana tanggapan anda setelah anda terpilih jadi tokoh panutan masyarakat versi Lembaga Kemasyarakatan?”
“Hadooh! Gak sadar ya kalau aku lagi buru-buru!” pikirnya dalam hati.
“Alhamdulilah Allah SWT masih memberi saya rasa takut, karena tanpa berpegang teguh pada ajaran-Nya mungkin saya tidak akan seperti ini.” jawab Zahra sambil tersenyum.
Astagaaa! Pertanyaannya banyak banget >,<
Jrrenggg… Mungkin selama seminggu ini wajah Zahra selalu menghiasi beberapa stasiun TV di Indonesia. Mereka berpikir Zahra adalah sosok pahlawan yang sudah sangat langka dan harus dilestarikan! (Memangnya Zahra itu hewan yang hampir punah apa :p) Selama seminggu kegiatan sehari-harinya bahkan sampai terexpose di layar kaca. Ribet juga sih harus berurusan dengan wartawan! Sampai-sampai Zahra dibuntutin segala pas mau belanja jengkol ke pasar (akhirnya aibnya terkuak juga hahaha :D ). Maklum sih sudah hampir satu bulan dia gak jumpa dengan makanan yang satu ini. Kalau makan jengkol, Zahra jadi inget waktu makan-makan dengan teman-temannya dulu, karena menu yang satu ini selalu wajib dihidangkan (obat kangen juga sih :p)
Hari ini Zahra libur, tapi jam 7 pagi sudah terdengar seseorang yang menekan bel rumahnya.
“Hah? Pagi-pagi gini? Pasti wartawan gila itu lagi” pikir Zahra.
Tapi pas pintu terbuka…
“Surprise! Selamat ulang tahun Zahra!” seorang pria mengucapkannya dengan menggunakan kostum Zorro.
“Ya ampun Reno, terima kasih banyak, aku bahkan lupa kalau hari ini ulang tahunku!” Zahra terharu.
“Aku belum menyuruhmu untuk menebak siapa aku Ra” jawab Reno sambil membuka topengnya.
“Hehehe, udah keliatan kok dari mata elangnya, hihihi” Zahra tersenyum riang. Memang, sudah setahun ini Zahra dekat dengan Reno, dia adalah asisten dosen waktu Zahra kuliah. Dia tahu semua kesenangan Zahra, termasuk tokoh “Zorro” yang Zahra kagumi sejak ia masih duduk di bangku SD.
“Maaf ya, aku jarang main ke rumahmu. Ngomong-ngomong gimana nih perasaannya setelah seminggu jadi artis, hihi.” ledek Reno.
“Gapapa kok! Iya nih wartawannya pada gak ada kerjaan, masa gara-gara hal itu aku dibuntutin sampai seminggu! Malu-maluin tau gak?”
“Enggak kok, kamu tuh orangnya spesial lagi” Reno menjawabnya kalem.
Jlebbb!
“Oh Tuhan jangan sampai pipiku memerah. Kumohon!” Zahra berdoa dalam hati.
“Ra, kuharap ulang tahunmu ini jadi moment yang pas buat aku berterus terang. Aku mencintaimu Ra, dan aku ingin melamarmu hari ini juga!” tegas Reno sambil menatapnya tajam.
Zahra hampir dibuatnya meleleh. Oh my god! Tau gak? Butuh 7 tahun, 7 bulan, 77 hari untuk melupakan tatapannya itu! n_n
“Kamu gak salah? Secepat inikah?” Zahra bertanya dengan mimik muka yang sedikit gugup.
“Insyaallah, aku tidak akan salah” jelas Reno.
“Tapi kenapa? Kenapa harus aku?” Zahra bingung.
“Sebab tanpamu, tak akan ada pernikahan bagiku.”
Setelah mendengar jawaban Reno, Zahra pun langsung menjawabnya mantap.
“Ya! Aku bersedia”
“Thanks God!” Reno mengucap syukur sambil memakaikan cincin di jari manis Zahra.
Tapi 2 hari kemudian Zahra bertemu seseorang yang tidak biasa ketika tengah berbelanja di sebuah mall. Tidak sengaja mereka saling bertatapan, dia tersenyum dan masih mengenali Zahra. Dia terlihat elegant dengan jas berwarna biru tua. Perlahan ia berjalan mendekati Zahra.
“Astaga! Ikhsan!” Zahra kaget bukan kepalang. Ikhsan lalu mengajak Zahra makan di sebuah restoran.
“Lama gak bertemu?” Ikhsan mulai menyapa.
“I..ii.. iya. Selama ini kamu tiba-tiba menghilang.” Zahra menghela nafas.
“Aku merasa berdosa padamu, waktu itu aku gak sempat pamit. Maafkan aku!” Ikhsan sedih.
“Ya, tapi kamu pergi kemana?”
“Aku pergi kuliah ke negeri Jiran. Waktu itu orangtuaku langsung membelikanku tiket pesawat dan hari itu juga aku harus segera pergi.”
“Aku juga sempat dibuat sedih karenanya…” Zahra menjawabnya lugu. Kali ini Ikhsan tidak ingin membuat Zahra sedih. Ia pun langsung memutar pembicaraannya.
“Kamu hebat! Seminggu terakhir wajah jelekmu muncul di tv. Kamu berhasil menyaingi Norman Kamaru walau kamu gak joged Chaiya-Chaiya. Hihihi!” Ikhsan tersenyum lepas.
“What? Enggak kok! Wartawannya aja yg gak ada kerjaan.” Zahra mulai nyengir.
Kami pun mulai tertawa. Yaaaa! Zahra tertawa karena Ikhsan. Itulah yang dia suka dari si glasses boy yang doyan mata pelajaran fisika. Astaga! Perasaan itu mulai muncul lagi di hatinya…
Sejenak suasana pun menjadi hening. Tiba-tiba Ikhsan menatap Zahra dengan serius.
“Kamu masih ingat suratku dulu?” tanya Ikhsan.
Zahra berpikir sejenak. “Oh ya, tentu.”
“Sekarang aku ingin menepati janjiku.”
“Janji apa?” Zahra terlihat bengong.
“Janji bahwa suatu saat aku akan datang padamu dan mengutarakan perasaan ini!”
Deg! Zahra menjadi takut.
“Aku mencintaimu sejak dulu Ra.”
Ya Tuhan! Ternyata prediksi sepupuku, Imel benar adanya.
“Ta… tapi?”
“Tapi kenapa?”
“Kamu lihat ini apa?” Zahra pun menunjukan cincinnya.
“Aku tahu dan aku cukup mengerti. Tapi apalah artinya sebuah cincin bila itu hanya akan mengekang perasaanmu dan membuat kamu menjadi seorang pembohong?”
Deg!…
Seketika itu juga lidah Zahra jadi membeku…
“Tak apa, aku tunggu jawabanmu sampai besok.” Ikhsan pun berlalu.
Setelah sampai di rumah, Zahra berdoa dan menangis sejadi-jadinya. Pikirannya kalut! Baginya masalah ini lebih berat dibandingkan urusannya menjadi seorang hakim. Ia memang lebih mencintai Ikhsan ketimbang Reno. Bahkan rasa ini semakin menjadi ketika ia bertemu Ikhsan kembali. Zahra kemudian memandang cincinnya.

“Ya, sudah kuputuskan!”
Tiba saatnya di hari Zahra memberikan jawaban pada Ikhsan. Ikhsan pun semringah sambil membawa setangkai bunga mawar. Berharap Zahra akan menerima cintanya.
“Hai! Maaf ya udah nunggu lama. Emmh…jadi gimana?” Ikhsan tersenyum.
Dengan segenap kekuatan yang Zahra punya, ia pun mulai menggerakan bibirnya meski terasa berat.
“Maaf… aku gak bisa!”
“Mengapa? Apa yang salah dariku?”
“Tidak! Kamu adalah pria yang kucintai dan aku tau betul hal ini.”
“Tapi kenapa kamu gak bisa terima aku? Bukankah barusan kamu bilang kalau kamu mencintaiku? Apakah cincin ini sudah menguasai hatimu?”
“Ya, aku memang mencintaimu. Tapi aku tidak ingin cintaku padamu pada akhirnya meracuni pikiranku dan membiarkan aku menjadi orang jahat lalu dengan mudahnya meninggalkan Reno yang selama ini setia hadir dalam hidupku!” tangis Zahra pun pecah dan ia mulai roboh. Seakan tak sanggup lagi menghadapi beban yang satu ini..
Sejenak suasana menjadi kaku…
Tiba-tiba Ikhsan pun memeluk Zahra dengan erat.
“Aku mengerti. Sudah, berhentilah menangis. Bila aku di posisi Reno, aku pun tak akan rela membiarkan wanita yang sangat dicintainya direbut paksa oleh pria lain.” Ikhsan kagum atas ketulusan hati Zahra.
Zahra terdiam, tapi air matanya tetap saja mengalir.
“Sungguh, kini aku telah ikhlas bila kamu nanti bersanding dengan Reno” Ikhsan pun lalu memberikan mawar tadi pada Zahra.
“Anggap ini hadiah untuk kalian berdua.” Ikhsan menambahkan.
“Terima kasih.” Zahra pun langsung membalikan badan & berjalan ke arah pintu. Ia sama sekali tidak berani melihat kekecewaan di wajah Ikhsan.
“Zahra! Berjanjilah kamu akan mengundangku di hari pernikahanmu. Sungguh, aku tak apa-apa. Percayalah!” seru Ikhsan dengan semangat.
Zahra terdiam, langkahnya terhenti dan akhirnya menoleh ke arah Ikhsan.
“Ya, aku janji!” Zahra pun tersenyum lebar sambil terus mengusap air matanya.
* the end*
kalau kamu jadi Zahra, siapa yang akan kamu pilih?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar